28 Februari 2008

27 Februari 2008

"Kenapa ku cinta pantai"

"Udaranya menjernihkan pikiran dan paru-paru"
"Bisa kudengar suara lautan di dalamnya"
"Begitu banyak kekayaan laut yang mengingatkan kita betapa Besar-nya Sang Pencipta"

"Sudah seharusnya kita menjaga kelestarian pantai kita bukan"





26 Februari 2008

The Art Of Loving

"What a grand thing, to be loved. What a grander thing still, to
love." Victor Hugo

Alkisah, ketika manusia diciptakan, Tuhan mempunyai rencana indah.
Hati yang ditaruh dalam diri setiap manusia tidak lengkap.
Ada yang
hanya separuh, ada yang sepertiganya saja, tetapi ada juga yang
nyaris penuh.

Sisanya yang lain, justru sengaja dibuat berkeping-keping dan ditaruh
dalam diri manusia yang lainnya. Baru setelah itulah, manusia dikirim
ke muka bumi. Dan inilah yang kemudian menjadi tugas manusia. Yakni
mencari dan mendapatkan kembali kepingan hatinya justru melalui
hubungan dan perhatiannya kepada orang lain. Mereka yang terobsesi
mencari pada dirinya saja akan sia-sia.

Namun, inilah permainan yang menarik, melalui cinta dan perhatian
kita pada orang lainlah, maka hati kita menjadi utuh kembali.
Menariknya pula, kita tidak pernah tahu siapa yang menyimpan kepingan
hati kita. Kita hanya bisa mencoba dan berusaha. Kita harus ingat
bahwa kita pun menyimpan kepingan-kepingan hati orang lain yang harus
kita berikan kepada orang yang layak mendapatkannya. Inilah bagian
dari 'seni mencinta' bagi manusia di dunia.

Pembaca, minggu ini adalah minggu di mana kita merefleksi akan
pentingnya cinta sebagai salah satu motivasi besar untuk kehidupan
kita. Minggu di mana kita merayakan Valentine Day, hari kasih sayang.
Suatu penelitian soal cinta yang menarik dari majalah Psychology
Today pada 2002 mengatakan bahwa jiwa kita membutuhkan cinta, sama
seperti halnya tubuh kita membutuhkan oksigen. Mereka yang kekurangan
cinta cenderung akan menjadi mudah depresi.

Bahkan, dikatakan bahwa cinta adalah obat anti-depresant terbaik di
dunia! Realita justru menemukan bahwa mereka yang gampang depresi
tidak mudah untuk mencintai, baik diri mereka sendiri maupun orang
lain. Mereka ini jadi sangat berpusat pada diri mereka sendiri.
Namun, inilah yang justru menyebabkan mereka dijauhi orang.

Cinta merupakan seni penting dalam kehidupan kita. Bukan pada manusia
saja, bahkan bagi hewanpun, cinta merupakan kunci kehidupan penting.
Beberapa penelitian dengan kucing menunjukkan bahwa kucing-kucing
yang selama tiga bulan pertama tidak pernah bersentuhan dengan
induknya atau manusia, akhirnya akan menjadi kucing liar.

Beberapa penelitian lain dengan bayi manusia menunjukkan bahwa anak-
anak yang jarang bersentuhan dengan ibunya menjadi lebih kurang
merasa aman serta kurang terbuka dalam mengekspresikan perasaannya
kepada orang lain.

4 Tip cinta

Sayangnya, berbagai film dan cerita romantik membuat kita agak kacau
memahami soal cinta. Karena itu ada beberapa landasan penting soal
cinta, yang perlu kita bangun kembali.

Pertama, mari bedakan antara cinta dan sensasi. Cinta adalah sesuatu
yang lama serta mendalam, sedangkan sensasi hanya sesaat. Banyak
orang berusaha mencari ke
sana ke mari untuk mendapatkan cinta yang
spektakuler, yang menyebabkan hidupnya jadi bertualang dari satu
orang ke orang lain. Pada dasarnya ini bukanlah cinta, tetapi
sensasi.

Hal ini sering jadi penyakit orang-orang terkenal yang ditampilkan
dalam berita-berita seputar para selebritas. Saya masih ingat pernah
terkagum-kagum dengan perkawinan spektakuler seorang artis dengan
pria bule yang kaya dan tampan.

Perkawinannya pun dibuat sangat romantis, pokoknya sempurna. Saat
ditanya wartawanpun dia berkata, "Saya yakin telah menemukan cinta
sejati saya. Saya merasa dialah soulmate saya". Namun, kenyataannya,
beberapa tahun kemudian cinta si artis itu pun meluntur. Konon si
artis ini menemukan pria tambatan cintanya yang lain. Mereka pun
bercerai. Hal ini lantas memberikan kita pelajaran yang menarik.

Karena itulah kita melihat cinta bukanlah sekadar pesta meriah, cinta
juga bukanlah hanya hadiah luar biasa, atau peristiwa yang
spektakuler. Bahkan, jauh dari itu, cinta adalah sesuatu yang wajar,
mendalam, menyentuh relung hati yang paling dalam, rasional serta
membutuhkan komitmen panjang.

Bandingkan dengan kisah cinta artis pop Celine Dion yang pada 2000
memutuskan mundur sementara dari panggung musik, karena suaminya Rene
Angelil menderita kanker. Beberapa tahun, dia bahkan hanya
menghabiskan waktu merawat suaminya. Padahal, tentu saja Celine Dion
bisa meneruskan karirnya atau bahkan mencari pria lain, sekalipun.
Namun, inilah bukti cinta yang dia perjuangkan demi orang yang
dicintainya. Maka, rasanya sangat pantaslah kalau Celine Dion
melantunkan lagunya The Power of Love. Dia bukan hanya menyanyikan,
tetapi juga membuktikannya.

Kedua, cinta bukanlah proses yang pasif. Banyak film dan cerita novel
yang seolah-olah mengajari bahwa cinta adalah sesuatu yang kebetulan
dan orang hanya menunggu ketika momennya tiba.

Berbalikan dengan semua ini, majalah Psychology Today justru meneliti
bahwa mereka yang sehat hubungannya dengan pasanggannya bukanlah yang
pasif, tetapi yang justru aktif memberi dan membagikan kasih
sayangnya. Sebaliknya, mereka yang depresi lebih sering menunggu dan
pasif dalam hal mengekspresikan perasaan ataupun kasih sayangnya.

Tidaklah mengherankan kalau dalam kesimpulan majalah Psychology Today
tersebut dikatakan bahwa cinta adalah suatu keterampilan yang sangat
penting untuk dipelajari. Saatnya kita belajar juga seni mencintai
dan belajar secara aktif memberikan kasih kita kepada orang-orang
sekeliling kita, maka kita pun akan mendapatkannya dalam bentuk
balasan berkali-kali lipat.

Ketiga, cinta bukanlah bisnis. Banyak orang mencintai dengan harapan
akan mendapat balasan tertentu. Akibatnya, saat tidak mendapatkan apa
yang diharapkan, orang menjadi mudah kecewa. Begitu pula, ada
beberapa orang yang melakukan tuntutan atas nama cinta. "Kalau kamu
mencintai, kamu pasti mau begini..." Ini adalah bentuk manipulasi
cinta dan ini bukanlah cinta tetapi sebuah transaksi. Dalam cinta
yang sesungguhnya kita tidak lagi hitung-hitungan. Bahkan ada banyak
kisah di mana justru jika dihitung-hitung secara bisnis, cinta ini
merugikan. Namun, ganjarannya adalah kebahagiaan dan inilah yang tak
terukur dengan uang.

Keempat, perasaan cinta pun menyehatkan secara fisiologis. Perasaan
cinta ternyata menghasilkan suatu zat oksitoksin yang sangat berguna
bagi tubuh kita. Zat inilah yang membuat kita merasa nyaman, hangat
dan ceria terus. Beberapa obat-obatan terlarang juga menghasilkan zat-
zat dengan efek yang mirip. Beberapa penelitian dengan pasangan tua
yang banyak memberikan pelukan dan mengungkapkan rasa kasih
sayangnya, menunjukkan jumlah zat oksitoksin yang lebih banyak dalam
kandungan darah mereka.

Begitu juga anak-anak yang sering mendapatkan pelukan dan ciuman dari
orang tuanya, mempunyai kandung oksitoksin yang lebih tinggi. Yang
membuat mereka lebih tidak mudah depresi, lebih ceria dan lebih
bahagia dalam hidupnya.

"Kata adalah senjata"
(Subcomandante Marcos, pejuang Zapatista
Brazil)

Sumber: The Art of Loving oleh Anthony Dio Martin, Director HR
Excellency

Post by: Rinda Puspasari

18 Februari 2008

Pentas Jolalilo, Surabaya, Teater Populer

REUNI




Slamet Rahardjo, Dewi Sawitri, Dega, Alex Komang, Cak Kandar



Saya dan Sang Begawan

Saat-saat melepaskan rindu bersama kawan-kawan dan guru kami pada saat pentas teater "Jolalilo" di Surabaya. Maklum, telah hampir satu tahun kami tidak berjumpa dengan mereka setelah bertahun-tahun lamanya hidup bersama di Sanggar Teater Populer. Sebuah tempat yang menjadikan kami menjadi manusia yang mengenal dengan sungguh-sungguh diri kami sendiri.

Ikatan kekeluargaan ini memang tercipta karena rasa kebersamaan kami semua yang pada saat itu hidup susah dan senang bersama-sama, mengalami kesepian, kegembiraan, belajar dan belajar terus menerus setiap hari, dan bukan hanya belajar akting ataupun membuat film, tapi juga belajar menjadi manusia yang berguna bagi lingkungan dan menghargai segala macam kritik dan juga belajar mengkritik tanpa berpihak dengan adil dan bijaksana.

Sebuah keluarga akan selalu terkenang sepanjang masa dan tidak pernah ditinggalkan.

14 Februari 2008

Asem-Asem Sawi Asin






"Masak merupakan kegiatan yang bisa membuatku lupa akan segala permasalahan, itu menjadikan masaka sebagai salah satu hobi terbaikku...adalah resep-resep masakan favorit keluarga..."




Asem-asem Sawi Asin

Bahan:
¼ kg Daging sapi kisi atau iga sapi rebus hingga lunak sisakan 750 ml air
1 bungkus sawi asin siap pakai, tiriskan lalu iris-iris
2 buah lombok merah iris melintang
2 cm jahe, iris tipis
2 siung bawang putih, cincang
2 sdm kecap asin
4 sdm saus ikan
1 buah kaldu sapi blok
merica dan garam secukupnya

Cara :
Tumis bawang putih, jahe, lombok merah dengan minyak secukupnya. Masukkan daging atau iga yang telah direbus, sawi asin, lalu masukkan kecap asin dan saus ikan. Tumis hingga harum. Tuang ke dalam air rebusan daging, didihkan sebentar, masukkan kaldu blok, merica dan garam. Sajikan panas-panas.

Brownies fruit cake

Bahan:
125 gr dark cooking chocolate
175 gr margarine /mentega
275 gr gula pasir halus
2 sdt ekstrak almond
3 butir telur
175 gr tepung terigu
100 gr kacang almond cincang
100 gr sukade

Cara :
Panaskan 180° C. Olesi loyang ukuran 23 cm x 23 cm x 5 cm dengan margarine.
Tim cooking chocolate dan margarine, Aduk hingga leleh, dinginkan.
Kocok gula, telur dengan kecepatan tinggi selama 5 menit. Masukkan campuran coklat, kocok perlahan. Masukkan tepung terigu, almond dan sukade, aduk rata.
Tuang dan ratakan dalam loyang. Panggang selama 45 menit atau hingga brownies lepas dari sisi-sisi loyang. Dinginkan.

Scotel Ayam

Bahan:
1 buah dada ayam, rebus lalu potong dadu
250 gr macaroni, rebus, tiriskan
200 gr keju kraft, parut kasar
1 butir telur, kocok lepas
1 cangkir susu evaporated (marigold)
merica garam secukupnya
½ sdt pala bubuk
1 sdm mentega

Cara :
Campur seluruh bahan, aduk hingga rata. Tuang pada loyang tahan panas, taburkan keju parut halus diatasnya. Panggang selama 45 menit atau hingga keemasan.

(Rinda Puspasari)

13 Februari 2008

"My Baby Blues"

Membebaskan Istri dari "Baby Blues"

Jakarta, Rabu 10 November 2004

Perempuan mana yang tak bahagia diberi kesempatan melahirkan dan merawat anak?
Namun, ternyata tak selamanya kehidupan pasca melahirkan itu menyenangkan. Ada episode yang membuat si ibu uring-uringan. Baby blues istilah kerennya.
Masih ingat Brooke Shields?
Bintang film cantik berusia 39 tahun itu kini telah mempunyai seorang anak, buah cintanya dengan Chris Henchy. Sayangnya, kelahiran si buah hati ternyata menyisakan derita bagi dirinya. Ia mengalami depresi pasca melahirkan (DPM). Saking senewennya, sampai-sampai ia merasa perlu menuliskan pengalamannya lewat buku Down Came the Rain yang dijadwalkan terbit 2005 nanti. "Saya berharap, dengan blak-blakan tentang rasa takut, kaget, dan malu yang saya rasakan bisa menghindarkan wanita lain dari gangguan ini. Masyarakat pun lebih memberi perhatian," bilang Broke.
Bicara soal DPM, sejumlah literatur kesehatan membedakan antara postpartum depression, postpartum syndrome, postnatal depression. Padahal sebenarnya, "Prinsipnya sama. Ketiganya nama generik. Baby blues istilah populernya," tegas psikolog A. Kasandravati.
Walaupun baru sekitar 50 tahun terakhir ini menjadi perhatian khusus, DPM telah disinggung oleh Hippocrates (Bapak Kedokteran) sejak abad ke-4 SM. Ia bilang, seorang wanita yang baru saja melahirkan kadang suka berlaku sedikit aneh.
Mengapa ibu yang mestinya berbahagia ini justru dirundung masalah?

Mimpi ibu sempurna

"Saya sudah menyusuinya sampai kenyang. Kemudian dia menangis karena mengompol. Lalu saya ganti popoknya. Belum lagi menukar baju saya yang basah kena ompol, tiba-tiba dia menangis lagi. Ngompol lagi! Saya letih dan sedih sekali. Apakah hidup saya hanya untuk mengurusi bayi? Padahal sebelumnya saya punya karier," kenang Sophie Navita, pemandu acara hiburan di sejumlah televisi swasta nasional. Di sisi lain, "Saya sendirian di rumah, membayangkan Pongki yang sedang konser di luar kota dikelilingi gadis-gadis dengan tubuh segini," kata istri musisi kelompok Jikustik ini sambil menunjukkan kelingkingnya. "Sementara, bobot dan bentuk tubuh saya belum kembali seperti dulu," sambungnya. Ucapan Sophie pada jumpa pers pemberian ASI eksklusif ini cukup menggambarkan penyebab dari gejala baby blues.
"Keluar keringat dingin, sesak napas, sulit tidur, gelisah, tegang, bingung, terasing, sedih, sakit, marah, merasa bersalah, dan tak berharga, punya pikiran negatif tentang suami adalah gejala umum," papar Kasandravati yang juga aktif di Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta. Semuanya berhulu pada empat faktor pencetus: kondisi psikologis, fisik, kimia, dan sosial. Secara psikologis, saat hamil, semua perhatian tumpah ke si ibu, termasuk dipenuhinya semua keinginan yang terkadang aneh atas nama orok. Namun, begitu melahirkan,semua perhatian beralih ke si jabang hayi. Tak terkecuali sikap suami, yang sedang bangga-bangganya jadi ayah. Sementara si ibu yang lelah dan sakit pasca melahirkan merasa lebih butuh perhatian. Secara fisik, aktivitas mengasuh bayi - menyusui, memandikan, mengganti popok, menimang - sepanjang hari bahkan tak jarang di malam buta, memang menguras tenaga. “Saya sendiri merasakannya. Apalagi jika jarak kelahiran sangat dekat. Anak pertama baru empat bulan, saya sudah hamil lagi,” kisah Kasandravati, finalis None Jakarta 1989 ini buka kartu. Padahal, sebagai istri dan ibu, bukan cuma si bayi yang harus diurusi. Ada begitu banyak daftar tugas rumah tangga dan pekerjaan lain yang harus dibereskan pada saat bersamaan. Masih beruntung wanita di Indonesia relatif mudah mendapat bantuan dengan cara memiliki pembantu rumah tangga, pengasuh bayi, atau keluarga besar - ibu, mertua, kakak, kerabat lain. Di Barat, dengan budaya, keluarga batih (inti) serta mahalnya gaji pembantu dan pengasuh bayi, ibu dan kalangan biasa mau tak mau harus mengatasi semuanya sendirian. Wajar kalan DPM dikeluhkan 10 - 20% wanita Amerika maupun Afrika. Depresi itu biasanya berlangsung sejak 24 jam, atau 4 - 5 hari usai melahirkan, sampai beberapa hari, minggu atau bulan kemudian. Di Indonesia, seperti biasa, tak ada data pasti. Terlebih, “Berkonsultasi dengan psikolog belum dirasakan kebutuhan mendesak. Jadi, tak banyak data yang bisa tercatat," ungkap Kasandravati. Pencetus lain adalah reaksi kimia dalam tubuh. Selama hamil dan melahirkan terjadi perubahan susunan hormon, termasuk pada estrogen yang bertanggung jawab atas suasana hati dan kesadaran. Usai bersalin, Jumlah hormon kortisol, yang menaikkan kadar gula darah dan menjaga tekanan darah, menurun mendekati tingkat orang yang sedang terganggu depresi. Pada masa itu juga, hormon laktogen dan prolaktin dihasilkan kelenjar bawah otak untuk merangsang payudara menghasilkan susu, yang repotnya, bila hertemu dengan tingkat hormon progesteron dan estradiol yang rendah, akan menimbulkan keletihan dan bermuara pada depresi.

Rawat tuntas

Namun, pencetus terparah adalah faktor sosial, yakni banyaknya tuntutan menjadi ibu yang baik dan sempurna. Terutama yang datang dari diri sendiri dan dirangsang oleh iklan produk keperluan bayi yang mau tak mau akhirnya menjadi "standar masyarakat”.
Iklan itu selalu menampilkan ibu berwajah lembut dan bahagia bersama si bayi yang segar habis mandi. Tak ada iklan yang mempertunjukkan wanita lesu dalam daster, berkeringat, serta berjuang menahan letih dan kantuk untuk menyusui. Jurang antara harapan dan kenyataan ini dengan mudah memicu rasa putus asa, tak berdaya, dan khawatir akan gagal sebagai ibu. Bantuan dari orang-orang terdekat yang berbeda generasi dan pandangan juga bisa mencetuskan konflik. Ibu dan mertua bersikeras untuk membedong si bayi, sementara panduan perawatan bayi kini justru melarangnya. "Tapi adanya orang-orang terdekat yang lebih berpengalaman, siap membantu, bergiliran mengasuh si kecil walau kadang tak sepaham, jauh lebih baik daripada kita berjuang sendiri," Kasandravati mengingatkan. “Jangan sampai kita memusuhi ibu dan mertua,” tambahnya.
Wanita karier yang jadi ibu punya tantangan sendiri. Biasanya ingin segera kembali ke pekerjaan usai melahirkan. Karena biasa sigap dan disiplin menangani pekerjaan, mereka pun berharap hal yang sama bisa diterapkan pada si bayi. Padahal, kenyataannya sering berbeda. Bayinya ternyata sangat merepotkan dengan menangis terus-menerus tanpa sebab, jadwal lapar dan bangun tak teratur pun memaksanya kurang tidur. Walau terasa kuno, kebiasaan pulang ke rumah orangtua atau mertua, atau ditemani ibu atau mertua saat-saat masa kelahiran mendekat dan bersedia tinggal minimal sampai 40 hari setelah kelahiran, bisa meminimalkan kemungkinan depresi. Ibu dan ayah baru pun lebih tenang karenamerasa ada tangan berpengalaman yang membantu menangani si kecil.
Pada beberapa suku tertentu, Jawa dan Orang Rimba di Jambi misalnya, terdapat budaya untuk lebih memanjakan ibu menjelang dan 40 hari setelah melahirkan.
Di Jawa misalnya, adalah hal biasa menyediakan jamu perawatan lengkap habis bersalin, termasuk untuk luluran. Sementara dalam komunitas Orang Rimba, ada kebiasaan menyediakan pondok bersalin khusus di areal tanah gembur yang nyaman dan dekat aliran sungai, ditemani dukun bayi.

Pada literatur kedokteran modern sendiri, masa-masa itu memang dianggap masa paling kritis bagi ibu dan bayi. Pasangan muda modern dapat melirik buku, majalah, atau info yang mudah didapat dari internet tentang persiapan selama kehamilan dan sesudah kelahiran sebagai pengganti kehadiran orangtua dan kerabat. Dengan kata lain, pasangan orangtua baru ini mesti menyadari dan mengatasi sendiri keadaan mereka. Ibu yang baru melahirkan juga harus mau menurunkan standar ibu dan bayi sempurnanya. Misalnya, si bayi kerap menangis, kalau dihitung-hitung sampai dua jam sehari itu wajar saja. Konsultasikan dengan dokter, bila Si bayi sangat rewel hingga mengganggu waktu istirahat siang dan malam. Apakah perlu memberikan terapi pijat bayi yang biasanya ampuh untuk membuat Si bayi lebih nyaman dan sehat. Ibu pun bisa melakukan senam nifas untuk mempercepat kepulihannya.
Rencanakan dari awal penanganan kebutuhan rutin rumah tangga, terutama bila tak memungkinkan atau tak suka ada orang lain di rumah. Bila terlalu repot menyiapkan sarapan, makan siang, dan makan malam sendiri, maka susu sereal, hidangan beku cepat saji yang hanya perlu dipanaskan di microwave atan oven bisa jadi pilihan. Atau, manfaatkan jasa boga.

Mengelus punggung

Pada enam minggu pertama, tak ada salahnya merogoh kantung lebih dalam untuk binatu yang akan membereskan tumpukan seprai, selimut, dan baju kotor bila mesin cuci dengan pengering pun masih terasa tak cukup memhantu.
Turunkan standar perawatan rumah untuk sementara waktu. Misalnya, jika biasanya mengepel dan menyapu rumah tiap hari, renggangkan jadi dua atau tiga hari sekali. Sediakan gelas, piring, mangkuk, sendok garpu plastik sekali pakai saat menjamu tamu. Kalau istri telanjur depresi sehingga tak bisa mengurus diri sendiri dengan baik, suami harus memberi perhatian lebih besar. Pongki sadar, saya mengalami baby blues. Jadi, kalau saya terlihat sedih sekali, dia akan mengelus-elus punggung saya. Biasanya, saya langsung tenang lagi,” kenang Sophie. “Kalau dia sedang ke luar kota, begitu sempat, dia akan menelepon saya, sekadar menanyakan keadaan saya dan si kecil. Saya jadi tenang dan tak berpikir macam-macam tentang dia.”
Bila suami sedang tak di rumah, sahabat bisa jadi pengganti terbaik. “Indy Barends (juga pemandu acara radio dan teve - Red.) pernah bilang ke saya. Kalau saat itu tak ada manajer yang kerap menemaninya, mungkin ia sudah bunuh diri. Kami sering berhubungan untuk berbagi pengalaman dan saling menguatkan,” kisah Sophie tentang sahahatnya yang juga melahirkan hampir bersamaan dan sama mengalami baby blues. Ada atau tak ada pembantu, suami sewajarnya mengambil alih beberapa tugas istri pada enam minggu pertama atau 40 hari pasca melahirkan. Itulah kesempatan bagi sang istri untuk memulihkan fisiknya, terutama otot-otot perut, apalagi kalau ia melahirkan melalui bedah caesar. Juga, untuk memberi kesempatan pada si ibu baru untuk berdandan, misalnya.
Kalau kesehatan istri memungkinkan, suami dianjurkan mengajaknya berbelanja keperluan bulanan agar bisa sejenak lari dari “penjara” rumah. Atau, kalau terlalu merepotkan membawa Si kecil dan perlengkapannya, suami bisa mengambil alih tugas berbelanja. Bila istri kehilangan nafsu makan, makanan dan minuman praktis yang cukup mengenyangkan, tapi tetap memenuhi syarat gizi, bisa disuguhkan untuknya. Contohnya, biskuit, keju, susu, yoghurt, sari buah, roti, buah segar.
Bila bekerja atau sedang di luar kota, suami sebaiknya memastikan istri makan teratur, atau meneleponnya.
Yang sangat diidamkan ibu baru adalah tidur dan tidur. Lebih hanyak istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bisa mencegah depresi dan memulihkan tenaganya yang seolah terkuras habis.
Bahkan, setelah masa nifas berakhir, istri masih kehilangan keinginan untuk berhubungan intim. Kedekatan fisik dengan berbaring diam di dekatnya, memahami keadaannya, akan lebih menenteramkan sang istri daripada mengoceh dengan segudang nasihat. Ya, suami memang harus punya stok sabar dan perhatian segudang pasca istrinya melahirkan. (intisari)


(Mengingat 18 Oktober 2007)

Mulanya aku hanya tersenyum membaca artikel yang kudapat ketika kehamilanku menginjak 5 bulan. Rasanya tidak akan terjadi padaku (sok percaya diri), wong suamiku sangat memahami aku, sayang aku dan kita adalah tim yang kompak.

Aku yang sedikit terobsesi untuk melakukan inisiasi dini dari beberapa informasi di media yang sedang marak. Dokterku hanya berpesan padaku untuk tidak terlalu idealis apabila tidak sesuai harapan. Aku mungkin tidak begitu faham maksudnya. Benar saja, sesaat setelahh kelahiran, anakku memang sempat diletakkan didadaku, tapi tidak lama, kemudian ia dipindahkan kekamar anak. Saat pertama kali menyusui, anakku baru belajar menyusu, begitu juga aku belajar menyusui. Anakku tidak sabaran, aku juga cepat panik saat itu dan ASIku belum keluar. Aku sedih sekali, tau-tau aku jadi menangis tanpa sebab, melihat anakku diruang bayi, aku langsung bercucuran air mata, rasa sedih, kasihan dan campur aduk. Aku sama sekali nggak faham artinya, bahwa tanpa kusadari aku mengalami baby blues itu..

Sepulangnya dari rumah sakitpun, aku kembali dipenuhi rasa bersalah, sedih, kesal, panik dan macam-macam, bercampur dengan rasa sakit dan kelelahan setelah melahirkan. Badanku masih belum pulih, badan bengkak dimana-mana, perut masih besar seperti hamil 7 bulan, belum pandai menyusui (anakku juga tidak sabar padaku), ASI ku tidak banyak meski sudah kupompa, makanku jadi tidak teratur karena berbagai sebab. Aku tidak mengerti akan keadaanku dan aku begitu sedih dan frustrasi. Kepala dipenuhi dengan pikiran ketidakmampuan aku dibandingkan ibu-ibu yang lain.

Aku belum tahu kalau kerewelan bayi seumur itu adalah wajar seperti itu. Pipis dan pup hampir 10 menit sekali, minum susu juga begitu sering, menangis berkepanjangan. Anakku tidak sakit, anakku tidak rewel, anakku wajar. Berbagai pertanyaan dan nasehat aku terima sebagai tudingan atas ketidak becusanku sebagai ibu. Aku panik. Tidakkah orang-orang itu tau bahwa itu adalah hal terbaru dalam hidupku, mulai soal menyusui, mengganti popok, mencuci popok, memandikan dan lain lainnya. Aku tidak sanggup dengan pertanyaan, nasehat atau bahkan pembandingan. Aku butuh ketenangan dan kepercayaan diri.

Aku merasa tidak mendapat dukungan untuk itu, juga dari suamiku tercinta. Aku tidak tau kenapa dia tidak memahamiku saat itu, aku ingin dia tahu, aku lebih membutuhkannya daripada yang lain. Mungkin baginya aku bersikap sangat aneh saja saat itu.
Aku tahu aku tidak sanggup bertahan, bahkan demi menjaga perasaan orangtua sekalipun, kuputuskan menjauh dan menenangkan diriku dengan mengurus anakku seorang diri dan hanya mengharapkan bantuan suamiku. Saat itu mungkin banyak yang menilai aku tidak tahu diri atau apa karena menolak bantuan dan kerjasama dari orangtua dan kerabat dan memilih untuk tidak tinggal dirumah orang tua. (karena nyatanya kebiasaan lama, pulang ke rumah orangtua atau mertua, atau ditemani ibu atau mertua saat-saat masa kelahiran mendekat dan bersedia tinggal minimal sampai 40 hari setelah kelahiran, adanya tangan berpengalaman yang membantu menangani si kecil, justru tidak bisa meminimalkan kemungkinan depresi yang kualami). Entahlah kenapa aku justru sulit seperti yang lainnya, kesendirian
Setelah itu, secara emosi dan kondisiku membaik, bayikupun berubah menjadi lebih tenang. Berhadapan langsung dengan berbagai hal tentang bayi sebagai ibu baru membangun kepercayaan diriku kembali. Hanya dengan sedikit pengetahuan teori dan insting keibuan aku mengasuh bayiku, mengurus suami dan rumah tangga dengan pasti, meski kewalahan aku berusaha sebisa mungkin tanpa menurunkan standar kesempurnaanku.

“Menjadi Ibu”

“Memang begitulah menjadi ibu, sebuah bentuk pengorbanan lahir bathin..” atau “…berhentilah memikirkan masa lalu sebelum menjadi ibu, dimana bentuk badan masih indah dan selalu berdandan…” atau “..bersiaplah untuk bersaing dengan anakmu, karena suamimu akan lebih mencintai anakmu..”. Kata-kata yang cukup sering dikatakan orang untuk membuat seorang perempuan memaklumi perubahan apapun yang terjadi dalam kehidupan menjadi ibu. Ada yang bisa mengantisipasinya, ada yang dapat mengatasinya, atau bahkan ada yang tidak dapat mengelak. Seperti halnya aku. Semula sebelum hamil dan melahirkan, aku begitu yakin akan mampu mengatasinya. Nyatanya, aku tidak dapat mengelak dan belum sanggup mengatasi.
Apa karena aku terkena baby blues sesaat setelah aku melahirkan, atau mungkin aku memang tidak siap menjadi ibu..?


Inikah nasib semua Ibu Rumah Tangga ?
Oleh sukarto July 12, 2007
Sumber Cerita : Aku Baik-Baik Saja - Buku Chicken Soup for the Parent’s Soul
Menjadi ibu adalah pengalaman paling penuh emosi dalam hidup seseorang. Seorang ibu menjadi anggota semacam mafia wanita - Janet Suzman
Rumah berantakan, piring-piring kotor.Aku terlalu tua untuk ini, umurku tiga puluh lebih !Mobil tidak bersih, rambutku kusut,Dan aku sudah membelanjakan uang belanja minggu depan.
Pakaian kotor harus dicuci, anak-anak terlalu jorok,Dan aku tak pernah punya waktu santai untuk berandai-andai.Untuk semua pekerjaanku, waktuku tidak pernah cukup,Pekerjaan tak pernah selesai, selalu ada yang belum beres.
Aku mengaca dan apa yang kulihat ?Seorang wanita asing bertampang kusut, dimanakah diriku dulu yang cantik ?Semakin bergegas aku, semakin ketinggalan aku.Hari ini adalah esok, dan aku belum bisa mengejarnya.
Anak-anakku cepat menjadi besar,Aku merindukan masa kanak-kanak mereka yang hilang demi adu cepat itu.Aku bekerja dan membersihkan rumah dan memasak, dan aku berkata“Belajar dan bersihkan kamar kalian !” tak ada waktu untuk bermain.
Yah, entah mengapa, Tuhan memilih AKU untuk mengasuh tiga anak-anakNYA ini ?Aku hanya seorang manusia dan seorang ibu rumah tangga, tapi kenyataannya aku ini juga seorang sopir, koki, tukang kebun, guru, wasit dari pertengkaran anakku dan perawat yang pandai menyembuhkan luka.
Kadang-kadang, aku lupa bahwa jauh di dalam diriku,Ada seorang wanita dengan bermacam-macam perasaan dan tadi malam,wanita itu menangis.Dia lelah, kesepian dan merasa tidak dihargai.Dia ingin melihat bunga mekar dari biji yang ditanamnya.
Kemudian di tengah kekacauan dalam kecepatan y ang membingungkan,Anak-anakku memandangku dan tepat ketika aku membutuhkannya,mereka berkata “Ibu, aku sayang ibu” dan … aku merasa BAIK-BAIK SAJA !

Artikel diambil dari http://www.hypnoparenting.com/



Anakku memang baru satu, tapi membaca cerita diatas, seolah mewakili seluruh perasaanku selama ini. Meyakinkanku bahwa aku jadi ibu-lah, egois-lah,harus menerima konsekuensi menjadi istri dan ibu tanpa harus punya pikiran seperti itu.
Mengapa tidak banyak aku mendengar seperti ungkapan perasaan diatas? Salahkah?Dosakah?
Menurut ku dengan mengungkapkan perasaan itu, aku hanya ingin jujur dan
Dan sekarang saya mengetahui, adalah hal yang manusiawi bila saya mengungkapkan pikiran diatas, tanpa harus merasa bersalah atau seolah saya tidak mencintai keluarga atau diri saya sebagai ibu dan juga istri.

Ketika aku tiba-tiba hamil (ditunggu tapi tidak terduga), aku kemudian dihadapkan pada kenyataan bahwa aku harus berhenti bekerja sementara, untuk kemudian hamil, melahirkan, dan mengerjakan segala kegiatan parenting.Sementara, untuk berapa lama ya? Singkatnya sekarang aku menjadi full time housewife.
Saat mulai hamil, aku sangat menikmati peranku berada dirumah, membersihkan rumah, memasak (sudah jadi hobi buatku),mencuci dan masih sempat berwirausaha. Namun, kehadiran anakku membuatku kehabisan waktu. Aku tidak menyalahkannya, karena aku harus tetap menjaga dan memastikan seluruhnya sesempurna mungkin bagi suami dan anakku. Memang aku memutuskan untuk tidak menggunakan pembantu atau pengasuh, aku merasa kurang sesuai dengan bantuan dari orang lain. Bukan sok tinggi dalam hal standar kebersihan atau kerapihan, tapi memang sukar untuk mempercayai bantuan orang, (kecuali suamiku sendiri). Entahlah, meski kadang kecapaian, kewalahan, aku tetap bersikap idealis dalam hal mengurus rumah dan mengasuh anakku. Hal seperti itu sering menjadikan aku mudah marah, tegang dan mungkin tidak menyenangkan bagi suamiku. Namun aku bersyukur mempunyai suami sepertinya, ketika habis kesabaranku, dia akan dengan sabar dan pengertian membantuku dan menenangkanku.
Aku sangat memahami sebuah konsekuensi, seperti juga konsekuensiku sebagai istri dan ibu, tapi tidak lantas terus menerus membohongi diri atau sekedar menghibur diri dengan, pikiran-pikiran, menjadi ibu dan istri adalah tugas mulia, atau..”semua akan sirna tatkala melihat wajah damai anak dalam lelap tidurnya, sentuhan lembut suami di akhir hari..” Aku tidak bisa bersikap naïf akan apa yang aku rasa selama ini. Aku mau jujur pada diriku sendiri tentang bagaimana repotnya aku ketika kewalahan mengurus semuanya ketika tidak ada suami dirumah, anakku yang tiba-tiba rewel ketika minum, anakku tidak memberiku kesempatan meninggalkan nya sedetikpun, meski itu untuk kekamar mandi. Dulu aku begitu rajin mengurus diri, rambut dan badanku. Sekarang aku tidak punya waktu untuk itu semua. Rambutku banyak rontok, menyisirpun suka lupa. Aku kerepotan mencari baju untuk pergi, bajuku memang banyak, tapi ukuranku sudah tidak sekecil dulu (kehamilan tidak sanggup mencegah penambahan fantastis pada berat badanku). Padahal sudah kulakukan cukup banyak kegiatan itu sendiri. Langkahku tak pernah berhenti dirumah, seperti hamster yang sibuk memutari kandangnya. Tak punya lagi waktu buat hobiku berkesenian. Aku memilih “menikmati” kerepotan mencuci dan memotong dalam acara memasakku, daripada harus membeli instant dari luar. Aku sering tiba-tiba uring-uringan bila tak sesuai jadwal, padahal aku sudah secepatnya bergegas.
Belum lagi ketakutanku akan hubunganku dengan suami. Aku takut bila aku tak lagi menarik, aku takut kebawelanku tak lagi membuatnya damai dirumah. Aku takut dia tertarik pada yang lain. Saat ini aku hanya bisa takut, karena aku tak ada waktu untuk ke pusat kebugaran atau pusat perawatan diri. Masih begitu berat meninggalkan anakku untuk segala keegoisanku itu. Tapi kenapa tak juga aku bisa berhenti berkeluh kesah? Ah, sudahlah karena memang aku tidak bisa membohongi diriku dan biar lembar halaman ini tak lagi kosong dan pikiranku tak lagi penuh.

Our Path

“Pulang Kampung”

Ungkapan asing itu begitu saja terlontar dari pemikiran kita berdua, mengakhiri perjalanan panjang kita selama kurang lebih 5 tahun. Menipu diri sendiri akan kebersamaan kita, hidup tak tentu arah. Aku disibukkan dengan pencarian panjangku akan arti cinta dan dicintai, hidup dan kehidupan, dia dengan perjalanan panjang kehidupan tanpaku di kota asing itu. Kita yang saat itu masing-masing hidup dengan ego, perbedaan prinsip, pendirian dan keyakinan akan arti hidup yang berbeda, memilih “berpisah”, ternyata tidak juga mampu memisahkan diri secara utuh. Hanya menemukan berbagai kepahitan hidup, ketidaktentraman jiwa, kesendirian juga berbagai bentuk kebebasan diri dan jiwa. Tapi saatnya bila hati sudah penuh dengan berbagai kekalutan hati dan pikiran malah bisa tentram bila melebur berdua sesaat.

Memang, akan sampai kapan perjalanan saat itu akan berujung bila kita tidak mulai menatanya, berhenti berpikir, nanti juga ada jalan, nanti juga akan ada saatnya..dan lain sebagainya.

Sudah cukup pencarian itu, pembuktian itu, perbaikan itu, pemahaman itu. Sudah waktunya kita menerapkan semua itu dengan menjalani hidup yang sebenarnya, berdua. Nyatanya, padanya kutemukan diriku, padanya kutemukan damaiku, padanya kutemukan hidup yang sebenarnya.

Aku hanya bisa menguji diri, mampukah aku menerimanya sebagai orang yang baru. Bisakah aku mulai mempercayainya, tidak meragukan keyakinannya, dan kembali mencintainya dengan sepenuh jiwa raga…

“Kita Lihat Saja Nanti”

Itu adalah kata pertama yang terlontar sebagai jawaban, mengawali perjalanan kita “pulang kampung”.

Membulatkan tekad untuk meninggalkan hal-hal yang “indah” saat itu. Awal karir yang bisa mengawali sebuah kesuksesan, sepertinya bisa mewujudkan impian akan hidup lebih nyaman, tentu aku hanya bisa bilang nyaman saat itu. Karena toh kita masih belum juga bisa menemukan tentram.

Cukup banyak penyesalan, kesedihan juga ketakutan yang muncul begitu pilihan itu kita tentukan. Tapi hidup adalah sebuah pilihan. Aku meneguhkan hati.

“Cinta yang bermekaran”

Entah ungkapan apa yang pas untuk perasaan-2 itu. Tidak ingat kapan tepatnya rasa itu muncul, yang ku tahu, kita berdua sudah tenggelam dalam cinta yang baru, percaya yang baru dan keyakinan yang baru, begitu saja tanpa syarat.

“Kehidupan Baru”

Hari-hari terlewati dengan semangat kerja baru, penuh bangga dan percaya diri. Sibuk menata tempat tinggal yang tidak besar, tidak mewah, tapi hangat. Mewarnainya dengan warna-warna impian kita, tiap sudutnya terpenuhi oleh jiwa kita. Tetap memberi ruang alam diseputarnya, kolam ikan untuk telinga kita, tanaman untuk nafas kita, dalam sekejap rumah itu telah berubah menjadi “kita berdua”.

Hingga saat itu datang….
Meskipun begitu berharap kehadirannya diantara kita…Berulang kali seolah tidak percaya dengan apa yang kualami, menjadi bingung, hanyut dalam lamunan, Aku hamil.. dan kita tidak lagi hanya berdua…

Dan menjadi wanita sempurna seperti kata orang, yaitu bisa menjadi teman, kekasih, istri dan ibu dalam kehidupannya, telah terjadi dalam hidupku saat ini.

Percayakah pada keajaiban?
Kelahiran adalah salah satunya. Sebuah campuran rasa yang tak terlukiskan. Semangat dan sakitnya menjadikan ku sadar betapa berharganya sebuah kehidupan, dan kehidupan yang terlahir itu menyadarkanku akan cinta dan kebesaranNya.

Sembilan bulan penantian kita akhirnya menghadirkan mahkluk mungil dengan mata ibu dan senyum ayah, “Bintang Timur” kami yang rupawan. Dia adalah sebentuk cinta kita yang nyata.



“Jatuh cinta”

Sepertinya aku belum juga bisa menerima kehadiran “orang lain” dalam rumah kita, meski statusnya hanyalah meringankan pekerjaan rumahku,apalagi pengasuhan terhadap buah hatiku. Kita putuskan untuk melakukannya berdua saja. Membagi tugas-tugas rumah serta pengasuhan hanya berdua ternyata cukup rumit buat kita. Mendadak kita tidak lagi leluasa beraktivitas berdua dan mulai mengorbankan waktu pribadi masing-masing, berusaha mengerti sebuah perubahan menjadi keluarga dan orangtua sesempurna semampu kita.

Kerumitan yang menjadikanku pusing, kesal, dan capek itu justru membuahkan rasa rindu, menghadirkan khayalan yang terus menerus membuat aku serasa “jatuh cinta”. Aku jatuh cinta pada suamiku dan anakku….tiap hari dan terus menerus….




“Valentine”

“Met Valentine”, “Sorry telat”……
Kuingat jelas isi polos kartu Valentine 17 tahun lalu mengawali perkenalan kita saat itu. Tidak ada romantisme, tidak ada rayuan, tapi debarnya bertahan hingga kini.
Kupikir lagi, kita memang bersatu karena banyaknya persamaan, hal itu yang menjadikan masing-masing dari kita tidak perlu memaklumi apapun dalam diri masing-masing. Buat kita apapun yang kita lakukan dan pikirkan bisa saling kita fahami.

“Kebersamaan kita tidak merubah rasa kekasih menjadi teman”

Ada ungkapan, “kami sudah lama menikah, sudah seperti teman”, ungkapan itu tidak berlaku bagi kita. Ungkapan yang tepat untuk kebersamaan kita adalah “Sebotol Anggur”, makin tua makin terasa nikmatnya.

Memang tanpa sadar kita sudah sama-sama “tua” mengenal satu sama lain, hingga gumamku saja dia mengerti. Membuat dan mengakhiri segala hal konyol, lucu, berani dan menakutkan secara bersama-sama. Kita sudah seperti anak kembar, memisahkan diri akan seperti mati separuh jiwa.

Hari-hari kita tidak serta merta berisikan rayuan dan hujan cinta kok, ada cemburu, sedih, kesal, marah, kecewa..dan semua itu terus mengajarkan kita tentang hal-hal yang manusiawi.

(Rinda Puspasari)

Hidup adalah Pilihan

Memilih untuk bahagia atau untuk sengsara.
Memilih untuk dipulihkan atau untuk menyimpan kepahitan.
Memilih untuk mengampuni atau untuk mendendam.

Hidup adalah masalah pilihan.
Kebahagiaan semu bisa kita dapatkan, yang sejati tak jauh dari jangkauan.
Cinta kasih juga bisa kita miliki, namundendam dan amarah juga bisa kita alami.
Persahabatan nan indah bukan impian, pengkhianatan dan kepahitan mungkin kita dapati.

Hidup adalah masalah pilihan.
Mengenai bagaimana kita menjalani hidup.
Mengenai bagaimana kita menghabiskan seluruh waktu.
Mengenai bagaimana kita mencapai impian.
Dan mengenai bagaimana kita memandang kehidupan.

Ada orang yang menganggap kehidupan sebagai angin yang berhembus.
Banyak yang datang dan yang pergi.
Tak dapat ditebak, dan tak dapat diselami.

Ada pula yang menganggap kehidupan sebagai medan peperangan.
Di mana ia harus berjuang tanpa henti.
Tanpa kedamaian di hati.

Sementara yang lain menganggap kehidupan sebagai kutuk dari Yang Mahakuasa.
Hidup tak lagi berarti bagi dirinya.
Ratap tak pernah jauh dari mulutnya.
Air mata mengalir siang dan malam, sebab hanyalah duka nestapa yang ada.

Namun...
Orang yang berbahagia menganggap kehidupan sebagai suatu emas yang mulia.
Harta nan sangat berharga.
Anugrah Ilahi yang tak tertandingi.
Dijalaninya hidup, dengan asa dan impian.
Berjalan dalam jalan Sang Pencipta. Berserah sepenuhnya.
Melangkah setapak demi setapak.
Sampai didapatinya mahkota kemuliannya.

Hidup adalah masalah pilihan.
Yang manakah yang kita pilih?
Tanyalah pada diri kita sendiri.
Dan jalanilah hidupmu

11 Februari 2008

Kelahiran...........

18 Oktober 2007, saat-saat bersejarah bagi keluarga kami, lahirnya seorang anak pertama laki-laki, Bintang Timur namanya. Awal dari kehidupan keluarga yang nyata yang telah ditunggu-tunggu selama 5 tahun.

Mengapa Bintang Timur? Begini ceritanya:

Bagai bulan dan matahari
Aku lihat diantaranya
Harapan
Keyakinan
Kesetiaan
dan Cinta

Tanpa kedip putus asa
Tak perlu lagi bayangan di kaca
dambaan... penantian...

Tidak ada yang setulus itu
Melainkan Bintang Timur ku

(Arya Dega, 18 Okt 2007)