13 Februari 2008

“Menjadi Ibu”

“Memang begitulah menjadi ibu, sebuah bentuk pengorbanan lahir bathin..” atau “…berhentilah memikirkan masa lalu sebelum menjadi ibu, dimana bentuk badan masih indah dan selalu berdandan…” atau “..bersiaplah untuk bersaing dengan anakmu, karena suamimu akan lebih mencintai anakmu..”. Kata-kata yang cukup sering dikatakan orang untuk membuat seorang perempuan memaklumi perubahan apapun yang terjadi dalam kehidupan menjadi ibu. Ada yang bisa mengantisipasinya, ada yang dapat mengatasinya, atau bahkan ada yang tidak dapat mengelak. Seperti halnya aku. Semula sebelum hamil dan melahirkan, aku begitu yakin akan mampu mengatasinya. Nyatanya, aku tidak dapat mengelak dan belum sanggup mengatasi.
Apa karena aku terkena baby blues sesaat setelah aku melahirkan, atau mungkin aku memang tidak siap menjadi ibu..?


Inikah nasib semua Ibu Rumah Tangga ?
Oleh sukarto July 12, 2007
Sumber Cerita : Aku Baik-Baik Saja - Buku Chicken Soup for the Parent’s Soul
Menjadi ibu adalah pengalaman paling penuh emosi dalam hidup seseorang. Seorang ibu menjadi anggota semacam mafia wanita - Janet Suzman
Rumah berantakan, piring-piring kotor.Aku terlalu tua untuk ini, umurku tiga puluh lebih !Mobil tidak bersih, rambutku kusut,Dan aku sudah membelanjakan uang belanja minggu depan.
Pakaian kotor harus dicuci, anak-anak terlalu jorok,Dan aku tak pernah punya waktu santai untuk berandai-andai.Untuk semua pekerjaanku, waktuku tidak pernah cukup,Pekerjaan tak pernah selesai, selalu ada yang belum beres.
Aku mengaca dan apa yang kulihat ?Seorang wanita asing bertampang kusut, dimanakah diriku dulu yang cantik ?Semakin bergegas aku, semakin ketinggalan aku.Hari ini adalah esok, dan aku belum bisa mengejarnya.
Anak-anakku cepat menjadi besar,Aku merindukan masa kanak-kanak mereka yang hilang demi adu cepat itu.Aku bekerja dan membersihkan rumah dan memasak, dan aku berkata“Belajar dan bersihkan kamar kalian !” tak ada waktu untuk bermain.
Yah, entah mengapa, Tuhan memilih AKU untuk mengasuh tiga anak-anakNYA ini ?Aku hanya seorang manusia dan seorang ibu rumah tangga, tapi kenyataannya aku ini juga seorang sopir, koki, tukang kebun, guru, wasit dari pertengkaran anakku dan perawat yang pandai menyembuhkan luka.
Kadang-kadang, aku lupa bahwa jauh di dalam diriku,Ada seorang wanita dengan bermacam-macam perasaan dan tadi malam,wanita itu menangis.Dia lelah, kesepian dan merasa tidak dihargai.Dia ingin melihat bunga mekar dari biji yang ditanamnya.
Kemudian di tengah kekacauan dalam kecepatan y ang membingungkan,Anak-anakku memandangku dan tepat ketika aku membutuhkannya,mereka berkata “Ibu, aku sayang ibu” dan … aku merasa BAIK-BAIK SAJA !

Artikel diambil dari http://www.hypnoparenting.com/



Anakku memang baru satu, tapi membaca cerita diatas, seolah mewakili seluruh perasaanku selama ini. Meyakinkanku bahwa aku jadi ibu-lah, egois-lah,harus menerima konsekuensi menjadi istri dan ibu tanpa harus punya pikiran seperti itu.
Mengapa tidak banyak aku mendengar seperti ungkapan perasaan diatas? Salahkah?Dosakah?
Menurut ku dengan mengungkapkan perasaan itu, aku hanya ingin jujur dan
Dan sekarang saya mengetahui, adalah hal yang manusiawi bila saya mengungkapkan pikiran diatas, tanpa harus merasa bersalah atau seolah saya tidak mencintai keluarga atau diri saya sebagai ibu dan juga istri.

Ketika aku tiba-tiba hamil (ditunggu tapi tidak terduga), aku kemudian dihadapkan pada kenyataan bahwa aku harus berhenti bekerja sementara, untuk kemudian hamil, melahirkan, dan mengerjakan segala kegiatan parenting.Sementara, untuk berapa lama ya? Singkatnya sekarang aku menjadi full time housewife.
Saat mulai hamil, aku sangat menikmati peranku berada dirumah, membersihkan rumah, memasak (sudah jadi hobi buatku),mencuci dan masih sempat berwirausaha. Namun, kehadiran anakku membuatku kehabisan waktu. Aku tidak menyalahkannya, karena aku harus tetap menjaga dan memastikan seluruhnya sesempurna mungkin bagi suami dan anakku. Memang aku memutuskan untuk tidak menggunakan pembantu atau pengasuh, aku merasa kurang sesuai dengan bantuan dari orang lain. Bukan sok tinggi dalam hal standar kebersihan atau kerapihan, tapi memang sukar untuk mempercayai bantuan orang, (kecuali suamiku sendiri). Entahlah, meski kadang kecapaian, kewalahan, aku tetap bersikap idealis dalam hal mengurus rumah dan mengasuh anakku. Hal seperti itu sering menjadikan aku mudah marah, tegang dan mungkin tidak menyenangkan bagi suamiku. Namun aku bersyukur mempunyai suami sepertinya, ketika habis kesabaranku, dia akan dengan sabar dan pengertian membantuku dan menenangkanku.
Aku sangat memahami sebuah konsekuensi, seperti juga konsekuensiku sebagai istri dan ibu, tapi tidak lantas terus menerus membohongi diri atau sekedar menghibur diri dengan, pikiran-pikiran, menjadi ibu dan istri adalah tugas mulia, atau..”semua akan sirna tatkala melihat wajah damai anak dalam lelap tidurnya, sentuhan lembut suami di akhir hari..” Aku tidak bisa bersikap naïf akan apa yang aku rasa selama ini. Aku mau jujur pada diriku sendiri tentang bagaimana repotnya aku ketika kewalahan mengurus semuanya ketika tidak ada suami dirumah, anakku yang tiba-tiba rewel ketika minum, anakku tidak memberiku kesempatan meninggalkan nya sedetikpun, meski itu untuk kekamar mandi. Dulu aku begitu rajin mengurus diri, rambut dan badanku. Sekarang aku tidak punya waktu untuk itu semua. Rambutku banyak rontok, menyisirpun suka lupa. Aku kerepotan mencari baju untuk pergi, bajuku memang banyak, tapi ukuranku sudah tidak sekecil dulu (kehamilan tidak sanggup mencegah penambahan fantastis pada berat badanku). Padahal sudah kulakukan cukup banyak kegiatan itu sendiri. Langkahku tak pernah berhenti dirumah, seperti hamster yang sibuk memutari kandangnya. Tak punya lagi waktu buat hobiku berkesenian. Aku memilih “menikmati” kerepotan mencuci dan memotong dalam acara memasakku, daripada harus membeli instant dari luar. Aku sering tiba-tiba uring-uringan bila tak sesuai jadwal, padahal aku sudah secepatnya bergegas.
Belum lagi ketakutanku akan hubunganku dengan suami. Aku takut bila aku tak lagi menarik, aku takut kebawelanku tak lagi membuatnya damai dirumah. Aku takut dia tertarik pada yang lain. Saat ini aku hanya bisa takut, karena aku tak ada waktu untuk ke pusat kebugaran atau pusat perawatan diri. Masih begitu berat meninggalkan anakku untuk segala keegoisanku itu. Tapi kenapa tak juga aku bisa berhenti berkeluh kesah? Ah, sudahlah karena memang aku tidak bisa membohongi diriku dan biar lembar halaman ini tak lagi kosong dan pikiranku tak lagi penuh.

Tidak ada komentar: